Minggu, 23 Januari 2011

MASALAH POPULASI PENDUDUK DUNIA ; KERUSAKAN LINGKUNGAN, KEMISKINAN & KELAPARAN

Wirausaha Online Modal Nol Rupiah

-->
1). Pertumbuhan Penduduk

Paul R. Ehrlich meramalkan dalam bukunya The Population Bomb (Ledakan Penduduk) adanya bencana kemanusiaan akibat terlalu banyaknya penduduk dan ledakan penduduk. Karya tersebut menggunakan argumen yang sama seperti yang dikemukakan Thomas Malthus dalam An Essay on the Principle of Population (1798), bahwa laju pertumbuhan penduduk mengikuti pertumbuhan eksponensial dan akan melampaui suplai makanan yang akan mengakibatkan kelaparan.
Laju pertumbuhan penduduk lebih tinggi di negara berkembang dibanding dengan negara maju

-->Berdasarkan estimasi yang diterbitkan oleh Biro Sensus Amerika Serikat, penduduk dunia mencapai 6,5 milyar jiwa pada tanggal 26 Februari 2006 pukul 07.16 WIB. Dari sekitar 6,5 milyar penduduk dunia, 4 milyar diantaranya tinggal di Asia. Tujuh dari sepuluh negara berpenduduk terbanyak di dunia berada di Asia (meski Rusia juga terletak di Eropa).                                                                    

 Sejalan dengan proyeksi populasi, angka ini terus bertambah dengan kecepatan yang belum ada dalam sejarah. Diperkirakan seperlima dari seluruh manusia yang pernah hidup pada enam ribu tahun terakhir, hidup pada saat ini

-->
2). Masalah yang Muncul
Setiap orang memerlukan energi, lahan dan sumber daya yang besar untuk bertahan hidup. Kalau populasi bisa bertahan pada taraf yang ideal, maka keseimbangan antara lingkungan dan regenerasi populasi dapat tercapai. Tetapi kenyataannya adalah populasi bertumbuh lebih cepat dari kemampuan bumi dan lingkungan kita untuk memperbaiki sumber daya yang ada sehingga pada akhirnya kemampuan bumi akan terlampaui dan berimbas pada kualitas hidup manusia yang rendah.
Antara 1960 dan 1999, populasi bumi berlipat ganda dari 3 milyar menjadi 6 milyar orang.               
          Pada tahun 2000 populasi sudah menjadi 6.1 milyar. PBB memprediksi bahwa populasi dunia pada tahun 2050 akan mencapai antara 7.9 milyar sampai 10.9 milyar, tergantung ada apa yang kita lakukan sekarang. Dapatkah anda bayangkan berapa banyak bahan pangan, lahan untuk pertanian, lahan untuk perumahan, dan barang konsumsi lainnya yang dibutuhkan oleh penduduk yang begitu banyak?
            Dengan tingginya laju pertumbuhan populasi, maka jumlah kebutuhan makanan pun meningkat padahal lahan yang ada sangat terbatas. Untuk memenuhi kebutuhan makanan, maka hutan pun mulai dibabat habis untuk menambah jumlah lahan pertanian yang ujungnya juga makanan untuk manusia. Konversi hutan menjadi tanah pertanian bisa menyebabkan erosi. Selain itu bahan kimia yang dipakai sebagai pupuk juga menurunkan tingkat kesuburan tanah. Dengan adanya pembabatan hutan dan erosi, maka kemampuan tanah untuk menyerap air pun berkurang sehingga menambah resiko dan tingkat bahaya banjir.
            Perkembangan urbanisasi di Indonesia perlu dicermati karena dengan adanya urbanisasi ini, kecepatan pertumbuhan perkotaan dan pedesaan menjadi semakin tinggi. Pada tahun 1990, persentase penduduk perkotaan baru mencapai 31 persen dari seluruh penduduk Indonesia. Pada tahun 2000 angka tersebut berubah menjadi 42 persen. Diperkirakan pada tahun 2025 keadaan akan terbalik dimana 57 persen penduduk adalah perkotaan, dan 43 persen sisanya adalah rakyat yang tinggal di pedesaan. Dengan adanya sentralisasi pertumbuhan dan penduduk, maka polusi pun semakin terkonsentrasi di kota-kota besar sehingga udara pun semakin kotor dan tidak layak.
            Kota-kota besar terutama Jakarta adalah sasaran dari pencari kerja dari pedesaan dimana dengan adanya modernisasi teknologi, rakyat pedesaan selalu dibombardir dengan kehidupan serba wah yang ada di kota besar sehingga semakin mendorong mereka meninggalkan kampungnya. Secara statistik, pada tahun 1961 Jakarta berpenduduk 2,9 juta jiwa dan melonjak menjadi 4,55 juta jiwa 10 tahun kemudian. Pada tahun 1980 bertambah menjadi 6,50 juta jiwa dan melonjak lagi menjadi 8,22 juta jiwa pada tahun 1990. Yang menarik, dalam 10 tahun antara 1990-2000 lalu, penduduk Jakarta hanya bertambah 125.373 jiwa sehingga menjadi 8,38 juta jiwa. Data tahun 2007 menyebutkan Jakarta memiliki jumlah penduduk 8,6 juta jiwa, tetapi diperkirakan rata-rata penduduk yang pergi ke Jakarta di siang hari adalah 6 hingga 7 juta orang atau hampir mendekati jumlah total penduduk Jakarta. Hal ini juga disebabkan karena lahan perumahan yang semakin sempit dan mahal di Jakarta sehingga banyak orang, walaupun bekerja di Jakarta, tinggal di daerah Jabotabek yang mengharuskan mereka menjadi komuter.
            Pada akhirnya, pertumbuhan populasi yang tinggi akan mengakibatkan lingkaran setan yang tidak pernah habis. Populasi tinggi yang tidak dibarengi dengan lahan pangan dan energi yang cukup akan mengakibatkan ketidakseimbangan antara supply dan demand yang bisa menyebabkan harga menjadi mahal sehingga seperti yang sedang terjadi sekarang, inflasi semakin tinggi, harga bahan makanan semakin tinggi sehingga kemiskinan pun semakin banyak. Semakin menurunnya konsumsi masyarakat akan menyebabkan perusahaan merugi dan mem-PHK karyawannya sebagai langkah efisiensi, sehingga semakin banyak lagi kemiskinan.
            Jadi, kita mudah saja bilang, kapan negara kita bisa swasembada? Apa bisa kalau masih mau punya banyak anak? Bagaimana dengan masa depan anak cucu kita kalau lahan sudah tidak tersedia, tanah rusak akibat bahan kimia, air tanah tercemar dan bahkan habis sehingga tidak bisa disedot lagi? Bagaimana kita mau menghemat makanan dan air kalau populasi terus berkembang gila-gilaan?
Populasi seperti hal yang besar dan politis yang diomongkan banyak orang. Tetapi hal ini juga merupakan hal yang dapat dilakukan oleh setiap orang. Seperti yang telah kita lakukan dahulu dan berhasil, kita bisa Ikut program Keluarga Berencana (KB) atau paling tidak memiliki rencana KB sebagai komposisi keluarga yang ideal. Kalau tidak mau pusing soal KB, paling tidak pakai kondom dan jika anda malu untuk beli kondom di tempat publik maka sekarang sudah bisa beli lewat internet melalui kondomku.com sehingga tidak perlu malu lagi untuk membeli di toko.
            Krisis pangan sudah dimulai di seluruh dunia. Harga semakin melejit dan pada akhirnya bukan karena kita tidak mampu membeli makanan, tetapi apakah makanan itu bisa tersedia. Kalau bukan kita yang bertindak dari sekarang, masa depan anak dan cucu kita bisa benar-benar hancur sehingga kita yang berpesta pora pada saat ini baru akan merasakan akibatnya nanti.

3). Fakta dan Analisis
Memang benar bahwa jumlah penduduk dunia sekarang ini sangat besar. Benar pula banyak Negara – Negara di dunia ketiga yang mengalami masalah kemiskinan, bahkan kelaparan dan kerusakan Lingkungan . Salah satu dia antaranya adalah Indonesia (berdasarkan data BPS, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 34.963.000 jiwa4). Tetapi apakah benar kedua hal tersebut saling berkorelasi?. Jika benar logika yang menyatakan “besarnya jumlah penduduk menghambat kemajuan ekonomi”. Maka, seharusnya China adalah Negara paling terbelakang karena merurut Internasional Data Base (IDB), lima besar Negara dengan jumlah penduduk terbesar berturut – turut adalah China, India, USA, Indonesia, dan Brazil. Tetapi masyarakat dunia pun tahu bahwa saat ini, dengan jumlah penduduknya yang sangat besar itu pun China tetap menjadi Negara maju dan terdepan dalam perekonomian. Demikian pula dengan India dan USA.
            Namun sebaliknya, banyak wilayah dengan jumlah penduduk kecil, wilayah luas, dan SDA yang melimpah tetapi terbelakang, miskin, bahkan kelaparan. Contoh paling dekat adalah Papua. Sudah menjadi rahasia umum bahwa tanah Papua memiliki kekayaan alam yang melimpah. Tanah Papua kaya akan sumber daya hutan, laut/sungai, pertambangan mineral, minyak bumi, gas alam, bahkan gunung emas. Jumlah penduduknya pun kecil5. Tapi apa yang terjadi di sana? Masyarakatnya hidup dalam keterbelakangan, bahkan mengalami kelaparan dan gizi buruk. Lalu, apa yang sebenarnya terjadi?
            Jika dicermati lebih dalam, sesungguhnya isu “telah terjadi over populasi dunia” adalah isu yang sengaja digulirkan sebagai bagian dari agenda politik Negara – Negara imperialis – kapitalis. Dengan menggulirkan isu tersebut, mereka berusaha untuk menutupi penyebab terjadinya bencana global—kelaparan, kerusakan lingkungan, ketimpangan social, dsb—yang sebenarnya; yaitu keserakahan mereka dalam mengeruk kekayaan alam Negara – Negara dunia ketiga untuk memenuhi gaya hidup mereka yang konsumeris dan untuk mempertahankan cengkeraman hegemoni mereka atas dunia.
            Kembali ke contoh Papua. Sebenarnya apa yang membuat masyarakatnya bagaikan anak ayam yang mati kelaparan di atas tumpukan beras? Bukankah karena keserakahan PT. Freeport yang siang – malam mengeruk gunung emas Papua tanpa peduli dengan kesetimbangan ekosistem di sana? Demikian pula yang terjadi di Negara – Negara Afrika. Mereka miskin dan terbelakang bukan karena banyaknya penduduk dan kurangnya SDA tetapi karena penjajahan. Negara – Negara Barat mengonsumsi 81% SDA dunia padahal sebagian besarnya dihasilkan oleh Negara – Negara dunia ketiga2. Sehingga, untuk memenuhi nafsu keserakahannya itu, Negara – Negara Barat menjajah dan menguras kekayaan alam Negara – Negara dunia ketiga seperti Indonesia dan sebagian besar Afrika.
            Di sisi lain, kebanyakan Negara – Negara kapitalis (misalnya sebagian besar Negara Eropa) sedang mengalami penurunan populasi yang sangat drastis. Hal ini tentu saja sangat mengancam dominasi mereka atas lembaga – lembaga internasional. Menurut meraka, jika hal ini—pertumbuhan penduduk dunia ketiga terus meningkat sementara pertumbuhan penduduk mereka semakin menurun, red—dibiarkan, maka perbandingan relatif jumlah penduduk mereka dibanding dunia ketiga menjadi sangat kecil dan hal ini akan membuat mereka kehilangan dominasi atas lembaga – lembaga internasional karena Negara – Negara dunia ketiga—dengan jumlah penduduknya yeng besar—menjadi mempunyai hak yang absah untuk menuntut, bahkan memaksakan sesuatu di lembaga internasional. Contoh paling nyata adalah fenomena masuknya Turki ke Uni Eropa. Jika berhasil masuk menjadi anggota penuh Uni Eropa, Turki dengan jumlah penduduk hampir 70 juta orang, akan ‘dianugerahi’ jumlah kursi anggota parlemen Eropa terbesar kedua. Keanggotaan Turki tentu memiliki konsekuensi yang sangat luas bagi arahan masa depan Uni Eropa. Ini adalah salah satu alasan mengapa wakil Perancis, ValĂ©ry Giscard d'Estaing menentang keanggotaan penuh Turki2. Isu over populasi dipandang sebagai isu yang sangat tepat untuk merendahkan Negara yang populasinya terus meningkat sambil melindungi sambil melindungi negaranya dari kehilangan pengaruh di lembaga internasional.
            Dari fakta yang ada, sesungguhnya dunia ini tidak mengalami over populasi. Hanya saja, Negara – Negara yang kekuatannya tengah mendominasi dunia terlalu rakus mengonsumsi SDA.


4). Solusi, Pandangan Islam

Islam memandang banyaknya jumlah penduduk merupakan karunia dari Allah yang harus disyukuri. Bahkan Rasulullah bersabda yang artinya “Nikahilah perempuan yang penyayang dan subur, sebab dengan jumlahmu yang banyak aku akan berbangga di hadapan para Nabi pada hari kiamat.” (HR. Ahmad, hadits ke-782 Bulughul Maram).
            Allah pun telah menjamin bahwa dunia tidak akan pernah mengalami over populasi karena Allah -lah yang menjamin rizki untuk setiap makhluq yang Dia ciptakan. Jaminan Allah tersebut tersebar di banyak ayat Al – Quran, antara lain Allah -lah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezki.” (QS. Ar-Rum:40). “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kami-lah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar”. (QS. Al Isra’: 31).

            Ketiga dalil di atas telah cukup meyakinkan kaum Muslimin untuk tidak mempercayai isu over populasi dunia. Tidak layak bagi seorang Muslim mempercayai isu over populasi hingga berupaya untuk membatasi jumlah kelahiran dengan KB, penundaan usia nikah, dsb. Apalagi jika telah diketahui bahwa isu over populasi merupakan senjata yang digunakan kaum kafir untuk menekan jumlah kaum Muslimin sehingga mereka dapat terus mendominasi dunia. Tidak layak bagi seorang Muslim yag beriman dan berakal tunduk pada arahan kebijakan kaum kafir yang hanya ingin mengokohkan cengkeraman mereka atas dunia Islam.
            Yang seharusnya kita lakukan sebagai Muslim adalah meyakini bahwa Allah telah menjamin tercukupinya rizqi bagi seluruh makhluq – Nya sambil tetap berupaya secara maksimal agar dapat memenuhi rizqi melalui tangan – tangan kita sendiri, bukan menggantungkannya pada orang lain. Di sinilah tantangan bagi para scientist Muslim untuk dapat mensejahtarakan dunia tanpa harus menekan laju pertumbuhan penduduk. Namun, bukan berarti pula upaya memenuhi rizqi melalui tangan sendiri membuat kita menjadi rakus seperti orang – orang berideologi Kapitalisme yang bersifat boros, tidak pernah merasa puas, konsumeris, mengutamakan gengsi, hedonis, dll karena hal ini bertentangan dengan ajaran Islam “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan”. [TQS. Al-Isra: 26-27]6.
            Allah juga telah mengharamkan ideologi Kapitalisme yang telah membuat jurang kesenjangan yang sangat lebar antara kaya dan miskin dengan paham kebebasan kepemilikannya. Berbeda dengan ideology Kapitalisme yang membebaskan individu atau corporate mengeksploitasi SDA apa pun dan sebanyak apa pun sehingga menimbulkan kesengsaraan bagi masyarakat luas, Islam membatasi SDA tertentu tidak boleh dikuasai oleh individu atau corporate tetapi dimiliki bersama oleh segenap kaum Muslimin seperti yang dikatakan Rasulullah SAW dalam sebuah hadits “Kaum muslim berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput dan api” juga aturan tentang distribusi kekayaan “Supaya harta  jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu”. [TQS. Al-Hashr: 7]
            Demikianlah, sesungguhnya bencana kemiskinan, kerusakan lingkungan hidup dan  kelaparan yang melanda dunia tidak disebabkan oleh over populasi dan tidak ada kaitannya dengan jumlah penduduk dunia yang besar. Semua itu disebabkan oleh kerakusan Negara – Negara Kapitalis dalam mengeruk SDA dunia dan tidak adanya mekanisme distribusi kekayaan yang adil dalam sistem Kapitalisme. Masalah kemiskinan dan kelaparan dunia hanya dapat diselesaikan dengan menyerahkan masalah tersebut kepada Islam dan membiarkan Islam mengatur tata kehidupan dunia, bukan dengan mengurangi populasi dunia !

1 komentar:

Kang,Teteh... Mangga komentar :